Trenggalek, Sapajatim.com- Calon Gubernur Jawa Timur, Tri Rismaharini didampingi Calon Bupati Trenggalek, Moch. Nur Arifin mendengar keluhan para petani di Trenggalek. Hal itu terlihat ketika mereka menyapa petani di Desa Sukorejo, Kecamatan Gandusari, Trenggalek, Jumat (11/10/2024).
Dari dialog itu, Tri Rismaharini mengetahui permasalahan petani. Salah satu fakta di lapangan yang didapatkan adalah lahan pertanian yang semakin sempit. Hal tersebut terjadi bukan hanya di Trenggalek saja melainkan kabupaten/kota lainnya.
“Lahan Sempit Karena digunakan digunakan sebagai perumahan untuk menampung jumlah penduduk yang semakin banyak, harus dilakukan intensifikasi (produksi padi) pada lahan yang sempit dengan hasil yang sama (seperti luasan lahan sebelumnya),” kata wanita yang akrab disapa Risma.
Salah satu caranya adalah dengan menanam padi sepanjang tahun dengan asumsi 4 kali panen setiap tahunnya.
Namun hal tersebut terhalang dengan ancaman kekeringan yang menyebabkan petani hanya bisa menanam padi 2-3 kali setahun, bahkan banyak petani yang gagal panen atau puso.
“Untuk mengantisipasi hal itu kami berharap, petani bisa menerapkan sistem lahan padi hemat air seperti yang telah dilakukan di Kabupaten Trenggalek dengan memodifikasi lahan padi layaknya kolam tambak ikan,” imbuhnya.
Sistem pertanian itu sudah sukses diterapkan di Trenggalek. Sehingga dalam hal ini lahan pertanian yang ada di Trenggalek bisa menjadi percontohan nanti.
Sementara itu, calon Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin mengungkapkan lahan padi hemat air tersebut merupakan inovasi petani untuk mengantisipasi terjadinya krisis iklim yang berdampak pada krisis pangan karena kemampuan tanah untuk menyimpan air semakin menurun.
“Mereka, petani-petani idenya luar biasa, tanah digali 50 cm diberi lapisan semipermeabel, tanahnya dikembalikan di situ, ketika diisi air, airnya bertahan di situ, dan itu yang dulu lahan kering tidak bisa ditanam padi sekarang bisa panen sampai 4 kali dalam satu musim,” ujarnya.
Perilaku tersebut juga menunjukkan adanya perubahan perilaku komunitas petani yang mulai memahami bahwa musim tanam tidak bisa diprediksi. (redaksi)